Kamis, 20 September 2012

CHILD ABUSE


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada 1963, Delseboro mendefinisikan child abuse adalah seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan sedemikan rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan pelayanan yang melindungi anak tersebut.
            Fontana pada tahun 1971 membuat definisi yang lebih luas dari child abuse”, dimana termasuk malnutrisi dan melantarkan anak sebagai stadium awal dari syndrome perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari spectrum perlakuan salah oleh orang tuanya/pengasuhnya.
            Sedangkan seorang seorang ahli sosiologi David Gil (1973), mengatakan bahwa child abuseadalah setiap tindakan yang mempengaruhi perkembanagn anak, sehinga tidak optimal lagi.
Dalam bidang kedokteran, “child abuse” pertama kali dilaporkan oleh Ambroise Tardieu dari Perancis pada tahun 1860, dari hasil otopsi dari 32 anak yang meniggal dengan kecurigaan akibat perlakuan salah. Kemudian Caffey 1946, pada makalahnya tentang seorang anak yang dilaporkan menderita patah tulang yang multiple dan subdural hematom sebagai akibat perlakuan salah dari orang tua. Selanjutnya pada tahun 1957, Caffey melaporkan lagi hal yang sama tetapi pada anak yang lain (dikutip dari Dogramaci Ihsan, 1990).
            Pada atahun 1961 Henry Kempe (dikutip dari snyder, 1983) mengorganisir seminar pertama mengenai  the battered child syndrome”. Pada tahun 1962 beliau menulis artikel dengan  judul yang sama pada Journal Of The American Medical Association, dimana beliau melaporkan berapa kasus anak dibawah umur 3 tahun yang ditelantarkan, adanya bekas-bekas trauma fisik, dan adanaya pertentanagan antara bekas-bekas trauma fisik dengan keterangan yang diberikan oleh orang tuanya.
            Sangat sukar dipercaya, bahwa ada orang tua yang melakukan penganiayaan terhadap anaknya sampai perlu dirawat di Rumah Sakit atau bahkan ada sampai meninggal dunia. Hal ini dapat disebabakan karena orang tua tersebut kurang dewasa dalam control dirinya dan sangat impulsive dalam bertindak. Tetapi untunglah untuk anak-anak macam begini, beberapa Negara mempunyai hokum yang dibuat untuk melindungi mereka, walaupun masih terdapat kelemahan-kelemahan. PBB juga tidak tinggal diam. PBB telah memproklamasikan bahwa anak-anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus.
Hampir 3 juta kasus penganiayaan fisik dan seksual pada anak terjadi pada tahun 1992. Sebanyak 45 dari setiap 100 anak dapat mengalami penganiayaan. Lebih dari 100 anak meninggal setiap tahunnya karena penganiayaan dan pengabaian. Penganiayaan seksual paling sering terjadi pada anak perempuan, keluarga tiri, anak-anak yang tinggal dengan satu orang tua atau pria yang bukan keluarga.
Di Indonesia ditemukan 160 kasus penganiayaan fisik, 72 kasus penganiayaan mental dan 27 kasus penganiayaan seksual (diteliti oleh Heddy Shri Ahimsa Putra, tahun 1999). Sedangkan menurut YKAI didapatkan data pada tahun 1994 tercatat 172 kasus, tahun 1995 meningkat menjadi 421 kasus, dan tahun 1996 menjadi 476 kasus. Angka kekerasan terhadap anak tahun 2011 meningkat dibanding tahun 2010. Sepanjang tahun 2011, Komnas Anak telah mencatat 2.508 kasus kekerasan terhadap anak. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2010, yang 2.413 kasus.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana klasifikasi child abuse?
2.      Apa faktor resiko dari child abuse?
3.      Apa akibat child abuse?
4.      Apakah contoh nyata perilaku salah pada anak?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui klasifikasi child abuse.
2.      Untuk mengehatuhi Factor resiko dari child abuse.
3.      Untuk memahami Akibat dari child abuse.
4.      Untuk mengetahui contoh dari prilaku salah pada anak.

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Klasifikasi Child Abuse
Perlakuan salah terhadap anak, dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
1.      Dalam keluarga :
  1. Penganiayaan fisik
Yaitu cedera fisik sebagai akibat hukuman badan diluar batas, kekecaban atau pemberian racun.
  1. Kelalaian/pelantaran anak
Kelalaian ini selain tidak sengaja, juga akibat dari ketidaktahuan atau kesulitan ekonomi.
Bentuk kelalaian ini anatara lain yaitu :
1)      Pemeliharaan yang kurang memeadai, yang dapat mengakibatkan gagal tumbuh, anak merasa kehilangan kasih sayang, gamgguan kejiwaan, keterlambatan perkembangan.
2)      Pengawasan yang kurang, dapat menyebabakan anak mengalami resiko untuk terjadinya trauma fisik dan jiwa.
3)      Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan meliputi: kegagalan merawat anak dengan baik misalnya imunisasi, atau kelalaian dalam mencari pengobatan sehingga memperburuk penyakit anak.
4)      Kelalaian dalam pendidikan meliputi kegagalan dalam mendidik anak untuk mampu berintraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkannya atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpakasa putus sekolah.
  1. Penganiayan emosional
Ditandai dengan kecaman kata-kata yang merendahkan anak, atau tidak mengakui sebagai anak. Keadaan ini sering sekali berlanjut dengan melalaikan anak, mengisolasikan anak dari lingkungannya/hubungan sosialnya, atau menyalahkan anak secara terus menerus. Penganiayaan emosi seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain.
  1. Penganiayaan seksual
Mengajak anak untuk melakukan aktivitas seksual yang melanggar norma-norma social yang berlaku di masyarakat, dimana anak tidak memahami/tidak bersedia. Aktivitas seksual dapat berupa semua bentuk oral genital, genital anal, atau sodomi. Penganiayaan seksual ini juga termasuk incest yaitu penganiayaan seksual oleh orang yang masih ada hubungan keluarga.
  1. Sindrom munchausen
Sindrom Munchausen adalah gangguan mental yang serius di mana seseorang memiliki kebutuhan mendalam atas perhatian orang lain dengan cara berpura-pura sakit atau terluka dengan disengaja. Penderita sindrom ini bisa membuat-buat gejala sakit, ingin melakukan operasi, atau mencoba mencurangi hasil tes laboratorium untuk meraih simpati.
2.      Diluar keluarga :
a.       Dalam institusi/lembaga
Misalnya disekolah anak mendapatkan kekerasan oleh tenaga didiknya.
b.      Di tempat kerja
Misalnya anak dibawah umur yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, mendapatkan kekerasan oleh majikannya karena kesalahan yang tidak berarti.
c.       Di jalan
Sering ditemui anak-anak dijalanan mendapatkan kekerasan baik berupa fisik maupun psikis. Anak kerap mendapatkan insiden pengeniayaan dan penculikan di jalanan.
d.      Di medan perang


B.     Faktor Resiko Dari Child Abuse
Menurut Delsboro (1983), perlakuan salah terhadap anak adalah sebagai akiabat dari pelepasan tujuan  hidup orang tua, hubungan orang tua dan anak tidak lebih dari hubungan biologi saja. Kehidupan orang tua sebagian besar diliputi pelanggaran hukum, penyalahgunaan penghasilan, pengusiran berulang, pengguanan alcohol yang berlebihan, dan keadaan rumah yang menyedihkan. Orang tua seperti ini kelihatannya tidak mampu menolong dirinya sendiri. Mereka menganiaya anaknya seolah-olah sebagai pelampiasan rasa frustasinya, ketidak tanggung jawabannya, ketidak berdayaannya dan sebagainnya.
            Menurut Bittner dan Newberger (1983), perlakuan salah pada anak disebabkan factor-faktor multidimensi. Menurut Bittner pada bayi premature, perawatannya lebih sulit, menangis lebih sering dan membuat orang tua frustasi, sehinnga mempunyai factor resiko lebih banyak untuk mendapat perlakuan salah dari orang tuanya.
Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang menyebabkan child abuse, yaitu:
1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua yang memiliki kelainan mental, atau kurang kontrol diri daripada orang lain, atau orang tua tidak memahami tumbuh kembang anak, sehingga mereka memiliki harapan yang tidak sesuai dengan keadaan anak. Dapat juga orang tua terisolasi dari keluarga yang lain, bisa isolasi sosial atau karena letak rumah yang saling berjauhan dari rumah lain, sehingga tidak ada orang lain yang dapat memberikan support kepadanya.
2. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. Hal ini dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta anak dengan berat lahir rendah(BBLR). Pada anak BBLR saat bayi dilahirkan, mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal pada beberapa hari inilah normal bonding akan terjalin.
3. Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak terlalu berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag sering terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak yang sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa pengaruh yang lebih besar bila tidak ada orang lain yang menguatkan dirinya di sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child abuse dapat terjadi pada semua tingkatan.

C.     Akibat Child Abuse
1.      Akibat pada fisik anak
a.       Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom, dan adanya kerusakan organ dalm lainya.
b.      Sekuele/cacat sebagai akibat trauma misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cact lainya.

c.       Kematian
Beberapa penelitian mengatakan bahwa anak yang mengalami perlakuan salah secara badani, ada kecendrungan untuk terus mengalaminya berulang-ulang kalau tidak dilakuakan secara intervensi.

2.      Akibat pada tumbuh kembang anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu :
a.       Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak mendapatkan perlakuan salah. Tetapi Oates dkk. 1984, mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dalm tinggi badan dan berat badan dengan anak yang normal.
b.      Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu :
1)      Kecerdasan
a)         Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca dan motorik.
b)         Retardasi mental dapat disebabkan trauma langsung pada kepala, juga karena malnutrisi.
c)         Pad beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh lingkunagan anak, dimana tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
2)      Emosi
a)         Untuk mengetahui akibat emosional pada anak yang mendapat perlakuan salah, perlu anamnesis yang lengkap dari keluarga, termasuk informasi berapa orang dewas yang ada di rumah, bagaimana hubungan masing-masing dengan anak tersebut, rencana perawatan anak, kejadian terakhir yang menimpa orang tua yang memelihara anak tersebut.
b)         Terdapat gangguan emosi pada : perkembangan konsep diri yang positif, dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan social dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.
c)         Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan oarng dewasa, sedang yang lainnya menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, prilaku aneh, kesuliatan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, temper tantrum dan sebagainya.
3)      Konsep diri
Anak yang mendapatkan perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram dan tidak bahagia, tidak mampu ,menyengi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
4)      Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orang tua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri.
5)      Hubungan social
Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka menggangu orang dewasa misalnya dengan melempari batu, atau perbuatan-perbuatan criminal lainnya.
3.      Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain adalah :
a.          Tanda akibat trauma atau infeksi loka, misalnya nyeri perineal, secret vagina, nyeri dan perdarahan anus
b.      Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis, anoreksia atau perubahan tingkah laku.
c.          Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakuakn dengan memperhatikan vulva, hymen dan anus anak.

D.    Contoh Nyata Perlakuan Child Abuse pada Anak
Negara Indonesia sudah mempunyai ketentuan pidana bagi pelaku kekerasan fisik terhadap anak (UU No.23/2002). Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara 3 tahun 6 bulan atau denda paling besar tujuh puluh dua juta rupiah. Demikian bunyi pasal 80 ayat 1 UU No.23/2002). Sedangkan untuk ayat 2 UU No.23/2002, apabila mengalami luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak seratus juta rupiah.
Berikut ini adalah salah satu contoh kasus kekerasan fisik pada anak.
                                     
Kasus: Sinta (31thn) sering menghukum‘kenakalan; anaknya yang bersusia 5 tahun yang bernama Gisel. Bentuk kenakalan itu antara lain, yang paling membuat ibunya marah adalah menaruh kotoran seperti pasir diatas makanan, selalu menganggu dan berlaku kasar kepada adiknya “Kalau anak saya nakal seperti menaruh kotoran diatas makanannya dan sering menganggu adiknya saya akan siram dengan air panas dan memukulinya”. Menurut Sinta anak harus di hukum supaya tidak melakukan hal tersebut dan tidak mengulanginya. Karena Sinta tak ingin dimarah oleh suaminya karena tidak mampu mengurus dan mendidik anak.

Dampak fisik : Memar, luka bakar akibat disiram air panas, patah tulang terutama di daerah rusuk dan gangguan-gangguan di bagian tubuh lain seperti kepala, perut, pinggul, kelak akan dibawa anak  di usia selanjutnya.

Dampak emosi:
1.      Merasa terancam, tertekan, gelisah dan cemas.
2.      Membangun pemahaman bahwa memukul dibenarkan untuk memberi disiplin. Diusia dewasa, anak akan menggunakan pendekatana kekerasan untuk mendisiplinkan anak.

Orang tua diharapkan:
1.      Konsultasi pada psikologi untuk latihan mengelola emosi, menggali masalah suami siteri yang tidak selesai dan mempelajarai perkembangan anak.
2.      Ajak anak ke dokter untuk memeriksakan kondisi fisik.
3.      Pahami perkembangan anak. Di usia 5 hingag 8 tahun, anak sedang berada pad atahap ingin menunjukkan kemampuan, mereka ingin berekreasi. Tidak semua tindakan anak merupakan kenakalan, mereka tidak tahu bahwa tingkah lakunya salah atau kurang tepat.

Bantuan untuk anak:
1.      Pemeriksaan psikologis oleh psikolog untuk mengetahui gangguan emosi yang dialaminya dan mendapat terapi yang sesuai.
2.      Tumbuhkan kemabli rasa percaya diri anak. Terimalah apa yang mereka lakukan dengan tidak lupa memberitahu tindakan apa yang seharusnya dilakukan.
3.      Bila orang tua bukan pelaku kekerasan, yakinkan anak bahwa ia sangat dicintai.



BAB III
PENUTUP

A.         Kesimpulan
Child abuse adalah seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan sedemikan rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan pelayanan yang melindungi anak tersebut. Kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karema dapat berdampak pada fisik anak maupun psikis anak. Kekerasan juga dapat mengakibatkan lukafisik, hingga kematian pada anak.




DAFTAR PUSTAKA

Suhada, Irwan. 2011. (Dalam:http://www.scribd.com/doc/79932750/Perlakuan-Salah-Pada-Anak). Diakses pada tanggal 22 Mei 2012
Anonim. 2009. (Dalam: http://nursecerdas.wordpress.com/2009/02/16/child-abuse/). Diakses pada 21 Mei 2012

1 komentar:

  1. Racebook - Dr. D.C. - DRMCD
    Racebook. Find and enjoy the best 광주 출장안마 sports betting experience 경주 출장안마 in the 김천 출장샵 D.C. or just one 영주 출장안마 of the other sports and entertainment destinations 과천 출장마사지 in Washington, D.C. or

    BalasHapus